cursors

/* Start http://www.cursors-4u.com */ body, a:hover {cursor: url(http://ani.cursors-4u.net/movie/mov-2/mov139.cur), progress !important;} /* End http://www.cursors-4u.com */

Sabtu, 09 Mei 2015

SNI IV " PNI (Partai Nasional Indonesia) dan PNI- Baru (Pendidikan Nasional Indonesia)





BAB II




 PEMBAHASAN




2.1 .   Latar Belakang Berdirinya PNI




          Pemberontakan PKI pada tahun 1926 itu membangkitkan semangat baru untuk untuk menyusun kekuatan baru lagi untuk menghadapi pemerintah. Melihat pengalaman yang sudah berlangsung perlu kiranya diadakan perbaikan organisasi dan sistem kerjanya. Dan yang paling penting adalah kekosongan kekuatan nasional yang harus segera didiisi.




             Setelah PKI gagal bergeraklah Sujadi , wakil PI di Indonesia yang segera memberitahu kepada Moh. Hatta bahwa ia, Iskaq dan Budiarto akan membentuk partai baru sesuai dengan rencana PI. Sebelum Hatta merealisasikan rencana partai baru yang akan dikendalikan dari Belanda, di Indonesia muncul gerakan baru menuju persatuan Nasional. Terhadap partai baru itu Hatta tetap menekankan peranan pendidikan dan melalui pendidikan ini ia menyiapkan rakyat untuk mendapatkan kemerdekaan secara pelan-pelan (Sartono Kartodirdjo 1992).




 Pertemuan tanggal 4 juli 1927 diadakan di Bandung  oleh kelompok nasionalis yang mendukung berdirinya Perserikatan Indonesia (PNI). Tujuan PNI adalah untuk mencapai Indonesia Merdeka, sedangkan asasnya berdiri diatas kaki sendiri, nonkoperasi dan marhaenisme. Ketiga asas itu kemudian dipakai sebagai prinsip PNI. PNI berkeyakinan bahwa untuk membangun nasionalisme ada tiga syarat yang harus ditanamkan kepada rakyat yaitu Jiwa Nasional (nationaale geest), Niat/Tekad Nasional (nationaale wil), dan Tindakan Nasional (nationaale daad). Dengan cara ini Partai Nasional Indonesia berusaha dengan kekuatan rakyat sendiri, memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan budaya bangsa IndonesiaAnggaran dasar organisasi diambil dari cita-cita PI. Ketuanya dipercayakan kepada Ir.soekarno dan dalam waktu dekat akan di selenggarakan kongres. Tujuan PNI adalah kemerdekaan Indonesia, dan tujuan itu akan dicapai dengan asas “percaya pada diri sendiri”. Artinya: memperbaiki keadaan politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang sudah dirusak oleh penjajahan, dengan kekuatan sendiri. Semua itu akan dicapai melalui berbagai usaha, antara lain:




1).      Usaha Politik




Yaitu dengan cara memperkuat rasa kebangsaan persatuan dan kesatuan. Memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerja sama dengan bangsa-bangsa Asia dan menumpas segala perintang kemerdekaan dan kehidupan politik. Dalam bidamh politik, PNI berhasil menghimpunorganisas-organisasi pergerakan lainnya ke dalam suatu wadah yang disebut Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia.




2).      Usaha Ekonomi




Yaitu dengan memajukan perdagangan rakyat, kerajinan atau industri keci, bank-bank, sekolah-sekolah, dan koperasi.




3).      Usaha Sosial




Yaitu dengan memajukan pengajaran yang bersifat nasional, mengurangi pengangguran, mengangkat derajat kaum wanita, meningkatkan transmigrasi dan memperbaiki kesejahteraan rakyat (Poesponegoro 2008 ).




 




2.2 Perkembangan PNIdanBubarnya PNI




Soekarno selalu memperingatkan sebaiknya bangsa Indonesia bersatu dalam satu organisasi rakyat umum yang tidak dapat dipatahkan. Dengan berdirinya PNI diharapkan semua rakyat bersatu dan dapat menjalankan usaha yang sudah dirancangkan untuk melenyapkan kekuasaan jajahan dengan cara yang aman, dimana kekuasaan tidak menghalangi kemajuan rakyat. Oleh karena itu mulanya PNI selalu mengusahakan supaya bukan hanya terdapat orang-orang yang pandai akan dibidang itu tetapi banyak orang-orang yang menjadi anggota dari PNI itu sendiri.untuk menjadi anggota tidak langsung diterima melainkan harus mengikuti syarat-syarat yang diberikanoleh ketua-ketua daerah. Untuk menjadi anggota biasa pun juga akan diberi latihan-latihan agar mahir sesuai peranannya di PNI (J. D. Legge 1993).




Pada kongresnya yang kedua tanggal 18-20 mei 1929 di jakarta PNI memutuskan akan mengadakan pelatihan-pelatihan untuk mengajarkan sosialisme, anarkisme, komunisme dsb. Hal itu dimaksudkan supaya orang dapat menjunjung “nasonalisme” nya sendiri dengan sadar dan juga dapat memisahkan dari pengaruh aliran-aliran lain.




PNI pun mulai berkembang. Pada akhir tahun 1927 tercatat menjadi 3 cabang. Selain di Bandung juga terbentuk cabang di Yogyakarta dan di Batavia. Pada bulan Desember dibentuk juga sebuah panita di Surabaya untuk persiapan pembentukan cabang baru di kota tersebut. Di Surabaya sendiri PNI resmi berdiri pada 5 February 1928 puncak perkembangan PNI selama tiga tahun disertai propaganda yang bertemakan karakter yang buruk dari penjajahan, konflik penguasa dan yang dikuasai, front sawo matang melawan front sawo putih, menghilangkan ketergantungan dan menegakkan kemandirian, dan perlu membentuk “negara dalam negara”. Dalam rangka kaderisasi organisasi itu para pemuda mendirikan Pemuda Indonesia dan Organisasi wanita Putri Indonesia. Jakarta, Yogyakarta, Surakarta, dan Surabaya menjadi cabang organisasi pemuda dan wanita (J. D. Legge 1993).




PNI berhasil membuktikan keberhasilannya yang dapat dilihat pertama sekali yaitu, hasil usahanya mendirikan Perkumpulan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), yang sudah ada pada pertengahan Desember 1927. Badan ini ialah federasi daripada PNI, PSI, BU, Pasundan, Kaum Betawi, Sumatranenbond dan studieclub-studiclub. Sehinnga dari federasi ini memberi kesempatan pada PNI mempropagandakan asas-asasnya sendiri di khalayah ramai. Federasi ini memberi pengaruh kepada PNI karena banyak kedekatan antara pemimpin-pemimpin pergerakan seumumnya. Seperti yang kita ketahui bahwa pemimpin-pemimpin PNI iti ialah orang-orang tamatan sekolah tinggi yang mengorbankan jiwa dan raganya untuk mengejar cita-cita bangsa.




Selanjutnya didirikan beberapa perkumpulan pekerja seperti, Persatuan Motoris Indonesia di Bandung (sopir-sopir), Serikat Anak Kapal Indonesia di Priok (kelasi-kelasi), Persatuan Djongos Indonesia di Surabaya (jongos-jongos rumah), perkumpulan OJS Indonesia di Surabaya (pegawai maskapai trem Jawa Timur), dan juga koperasi-koperasi oleh anggota-anggota PNI.




Ketika PNI ini didirikan banyak hal yang mempenagaruhi dari mulai cara berpikir dan pola hidup seperti, keinginan akan kemerdekaan yang bertujuan kepada Indonesia Merdeka yang dimana-mana mulai menyala-nyala. Kesadaran atas persatua Indonesia menjadi suatu hal yang memang sudah sewajarnya, yang juga di junjung tinggi oleh golongan-golongan di daerah manapun. Pan-asiatisma (rasa senasib dengan bangsa-bangsa di seluru Asia, mulai hidup benar, bahasa melayu yang dijunjung tinggi oleh PNI (mengikuti jejak Perhimpunan Indonesia) sebagai “bahasa Indonesia” yang juga diakui oleh golongan-golongan lain . lalu Merah-Putih (warna dari perhimpunan Indonesia dan PNI) di junjung menjadi warna kebangsaan Indonesia. Lagu Indonesia Raya yang oleh PNI ditunjuk menjadi lagu kebangsaan (Notosusanto 2008).




Pemerintah jajahan yang membanggakan, bahwa ia membiarkan segala aksi, asal yang tidak bersifat komunis, termasuk dari PNI ini sendiri. PNI bukan saja didalam lingkungan partai itu tetapi juga diluarnya, mempunyai hasil yang amat besar sekali bagi bangsa Indonesia.




Gerakan PNI dipimpin oleh tokoh-tokoh berbobot, seperti Ir. Soekarno, Mr. Ali Sasrtoamijoyo, Mr. Sartono, yang berpengaruh luas di berbagai daerah di Indonesia. Ir. Soekarno dengan keahliannya berpidato, berhasil menggerakkan rakyat sesuai dengan tujuan PNI. Pengaruh PNI juga sangat terasa pada organisasi-organisasi pemuda hingga melahirkan Sumpah Pemuda dan organisasi wanita yang melahirkan Kongres Perempuan di Yogyakarta pada 22 Desember 1928.Melihat gerakan dan pengaruh PNI yang semakin luas, pemerintah kolonial menjadi cemas, maka dilontarkanlah bermacam-macam isu untuk menjelekkan PNI. Bahkan kemudian mengancam PNI agar menhentikan kegiatannya. Rupanya Belanda belum puas dengan tindakannya itu, maka PNI pun dituduh melakukan pemberontakan. Pemerintah Belanda melakukan penggeledahan dan penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI di seluruh wilayah Indonesia pada 24 Desember 1929.




Akhirnya 4 tokoh teras PNI yaitu: Ir. Soekarno, Gatot Mangkoepradja, Markoen Soemadiredja, dan Soepiadinata diadili di Pengadilan Negeri Bandung dan dijatuhi hukuman penjara pada 20 Desember 1930. Peristiwa ini merupakan pukulan besar bagi PNI dan atas inisiatif Mr. Sartono pada Kongres Luar Biasa ke-2 (25 April 1931) PNI dibubarkan. Selama Ir. Soekarno dipenjara, di dalam tubuh PNI mengalami pertentangan antara kelompok yang tidak setuju PNI dibubarkan yaitu PNI Merdeka yang kemudian mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI-Baru yang dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Sedangkan kelompok lainnya yang dipimpin Sartono yang lebih memilih PNI dibubarkan akhirnya mendirikan Partindo (Partai Indonesia). Setelah keluar dari penjara Ir. Soekarno dihadapkan kepada dua pilihan organisasi yang sama-sama berat di hatinya. Namun demikian, akhirnya Ir. Soekarno memilih masuk Partindo (M. C. Ricklefs 2008).




2.3PendidikanNasional Indonesia Baru




            Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) ini lahir pada bulan Desember 1931. Organisasi ini dipimpin oleh orang-orang yang memiliki gaya yang berbeda dengan Soerkarno.Dari sini muncul tokoh baru yaitu Sultan Syahrir (20 tahun) yang waktu itu masih menjadi mahasiswa di Amsterdam. Walaupun cita-cita dan haluan kedua partai itu sama, yaitu kemerdekaan Indonesia dan nonkooperasi, tetapi strategi perjuangannya berbeda. PNI Baru lebih menekankan pentingnya pendidikan kader.




Mohammad Hatta kemudian membuat kesepakatan dengan Soedjadi Moerad, untuk menerbitkan majalah yang diterbitkan sekali dalam 10 hari guna pendidikan kader baru. Hatta mengusulkan majalah itu diberi nama “Daulat Rakjat”, yang mempertahankan asa kerakyatan yang sebenarnya dalam segala susunan politik, perekonomian dan pergaulan sosial. Kemudian Hatta dan Sjahrir bermufakat agar Sjahrir pulang ke Indonesia pada bulan Desember 1931 untuk membantu “Golongan Merdeka” serta membantu “Daulat Rakjat”(Ricklefs 2008).




Pada tanggal 25-27 Desember 1931 (menurut Soebadio Sastroastomo diadakan pada bulan Februari 1932) sebuah konferensi diadakan di Yogyakarta untuk merampungkan penyatuan golongan-golongan Merdeka yang mana kelompok tersebut diberi nama Pendidikan Nasional Indonesia atau yang dikenal sebagai PNI-Baru dengan Soekemi sebagai ketuanya. Sjahrir terpilih sebagai ketua cabang Jakarta dan sekretaris cabangnya adalah Djohan Sjahroezah.




Kemudian dalam Kongres Pendidikan Nasional Indonesia bulan Juni 1932 yang berlangsung di Bandung, Sjahrir terpilih menjadi Pimpinan Umum Pendidikan Nasional Indonesia menggantikan Soekemi. Dalam kongres itu dirumuskan bahwa PNI Baru adalah sebagai suatu partai kader politik yang merupakan partai kader. Keputusan bahwa PNI Baru adalah sebagai partai kader setelah mengalami diskusi yang cukup panjang dan rumit yang pada akhirnya argumentasi Sjahrir yang cukup kuat untuk membawa PNI Baru sebagai partai kader dapat diterima oleh sebagian besar pengurus. Dan dengan pulangnya Hatta pada awal tahun 193, Pimpinan Umum PNI Baru diserahkan oleh Sjahrir kepada Hatta.




Dimasukkannya kata “Pendidikan” ke dalam nama partai mengandung maksud yang serius. Sebagian besar kegiatan partai ini adalah menyelenggarakan pendidikan politik bagi para anggotanya, yang sebagian dilakukan melalui halaman-halaman “Daulat Rakjat” dan tulisan-tulisan lain, termasuk risalah “Kearahan Indonesia Merdeka” (KIM) yang secara khusus ditulis oleh Hatta sebagai semacam manifesto pergerakan itu (Ricklefs 2008).




Arah sentral pendidikan diungkapkan ke dalam 150 pertanyaan di dalam KIM yang mencakup banyak aspek politik, ekonomi, dan sosial. Secar keseluruhan, jawaban-jawaban itu mengandung suatu doktrin yang jelas walaupun sederhana, bahwa kekuasaan politik didistribusikan menurut distribusi kekuasaan ekonomi dalam suatu masyarakat, bahwa kebebasan politik tanpa persamaan di bidang ekonomi sangatlah terbatas dan bahwa kemerdekaan Indonesia baru merupakan realita jika disertai perubahan ekonomi, sebagaimana pernyataan (kunci) sebagai berikut, “Mengapa demokrasi politik saja tidak cukup?”. Jawabannya, “Demokrasi politik saja tidak cukup karena ia akan dilumpuhakan  oleh otokrasi yang masih ada di bidang-bidang ekonomi dan sosial. Mayoritas rakyat masih menderita dibawah kekuasaan kaum kapitalis dan majikan”.




Suasana dalam kursus-kursus yang diselenggarakan oleh Pendidikan Nasional Indonesia dan kesungguhan anggota-anggotanya mengingatkan banyak orang kepada “Workers Education Essocition” (WEA-Perhimpunan Pendidikan Kaum Buruh) yang berusaha memberikan pendidikan kepada masyarakat Inggris pada akhir abad 19. WEA mempunyai ikatan-ikatan yang kuat dengan gerakan Fabian dan sebagian kegiatannya adalah memberikan pendidikan sosialis.




Meskipun anggota PNI Baru bukan terdiri dari kelas pekerja, karena sebagian besar mereka adalah berpendidikan menengah, namun mereka menginginkan suatu pendidikan politik yang berwarna sosialis yang akan membawa mereka melampaui batas-batas gaya agitasi nasionalisme yang sempit. Dengan cara ini, PNI Baru, dibawah kepemimpinan Hatta dan Sjharir, mengembangkan suatu pandangan dunia yang khas dan suatu cara yang unik dalam membahas masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh pergerakan kebangsaan.




Malai tahun 1933, dengan meningkatnya tekanan politik dari pemerintah Belanda, PNI Baru akan menempuh taktik-taktik yang membedakannya dengan PNI Lama. Para pemimpin PNI Baru kemudian mengembangkan pandangan bahwa aksi massa benar-benar sulit, jika bukan msutahil, dilaksanakan dalam lingkungan seperti itu, dan ketergantungan hanya kepada seorang pemimpin sajadapat mengakibatkan lumpuhnya suatu partai apabila sang pemimpin ditangkap. Oleh karena itu, PNI Baru lebih bertujuan menghasilkan kader-kader pemimpin yang dapat menggantikan para pemimpin yang ditangkap.




Yang pasti PNI Baru memiliki pandangan yang berbeda dengan PNI Lama ataupun Partindo. PNI Baru bersikap kritis dengan terhadap watak PNI Lama dan Partindo seperti gaya agitasi yang ekspresif dan mempertahankan persatuan nasional tanpa syarat. Bagi Hatta dan Sjahrir, persatuan tidak ada artinya kecuali apabila didasarkan pada pengertian atas prinsip-prinsip bersama.




PNI Baru, menurut Benhard Dahm, banyak berhutang kepada tradisi sosial demokrasi Eropa. Ciri khasnya adalah pengutamaan terhadap teori sosial sebagai suatu peoman aksi, adanya koherensi pada pandangan dunianya yang merangkul analisis-analisis tentang kapitalisme, imperialisme dan munculnya fasisme yang saling melengkapi dan berusaha untuk menempatkan kemalangan Indonesia dalam suatu gambaran global. Tentu saja harus diakui bahwa sejauh menyangkut analisis-analisis mengenai imperialisme dan tatanan sosial, PNI Baru tidak memiliki ideologis (Slamet Muljana 2008).




Kesadaran diri akan perjuangan melawan kapitalisme, imperialisme dan fasisme melalui kegiatan intelektual masih mempunyai arti penting pada tahun 1948 ketika anggota-anggota PNI Baru yang masih hidup, bersama-sama dengan orang yang sependirian dan generasi yang lebih muda keluar Partai Sosialis untuk mendirikan PSI.




Disini tampak jelas adanya pengaruh-pengaruh Marxis terhadap PNI Baru, karena organisasi ini merasa yakin akan perlunya perjuangan melawan kaum borjuis pribumi, sehingga membuatnya jatuh dari kalangan dagang Islam maupun priyayi pemerintahan. Dengan demikian, gerakan nasionalis yang tidak bersifat keagamaan terpecah antara model “aksi massa” dan model “pembentukan kader”. Sesungguhnya, pada tahun 1930-an, kedua model tersebut sama-sama tidak mempunyai peluang untuk berhasil, juga karena politiknya yang sangat kolot dan keras dari Gubernur Jenderal de Jonge. Karena kegiatan aktivitas politik PNI Baru yang dinilai mulai membahayakan bagi pemerintah kolonial Belanda, maka pada tanggal 25 Februari 1934 jajaran teras PNI Baru seperti Hatta, Sjahrir, Bondan, Baurhanuddin, Murwoto Soeka, Hamdani, Wangsawidjaja, Basri, Atmadipura, Oesman, Setiarata, Kartawikanta, Tisno, Wagiman, dan Karwani ditangkap. Sekitar bulan Januari 1935, Hatta, Sjahrir dan beberapa pemimpin PNI Baru lainnya diasingkan ke Boven Digul. Di samping itu, pemimpinnya kemudian di tangkap dan dibuang ke luar Jawa (Slamet Muljana 2008).





 




BAB III




PENUTUP




3.1 Kesimpulan




           




Partai nasional indonesia (PNI) adalah partai poltik tertua di indonesia. Partai ini didirikan pada tanggal 4 juli 1927 di Bandung dengan nama perserikatan Indonesia. Baru setelah itu pada tanggal 1928 berganti nama menjadi Partai Nasional Indonesia. Lahirnya PNI dilatarbelakangi oleh situasi sosio-politik yang kompleks, yang mau tidak mau organisasi baru itu harus menyesuaikan dengan situasi baru.PartaiInidiketuaiolehIr.SoekarnoMengalamiPerkembangan yang sangatpesatHinggaMembuatpihakBelandaKuatirakanhalinikemudianPihakbelandaMembuatPropokasikepada PNI menuduhbahwa PNI melakukanPemberontakanPemerintah Belanda melakukan penggeledahan dan penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI di seluruh wilayah Indonesia pada 24 Desember 1929.Pimpinan PNI soekarnoBesertaTiga Orang Lainnya Di Tangkapdan di penjarakanSelama 4 Tahun.Peristiwa ini merupakan pukulan besar bagi PNI dan atas inisiatif Mr. Sartono pada Kongres Luar Biasa ke-2 (25 April 1931) PNI dibubarkan. Selama Ir. Soekarno dipenjara, di dalam tubuh PNI mengalami pertentangan antara kelompok yang tidak setuju PNI dibubarkan yaitu PNI Merdeka yang kemudian mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI-Baru yang dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Sedangkan kelompok lainnya yang dipimpin Sartono yang lebih memilih PNI dibubarkan akhirnya mendirikan Partindo (Partai Indonesia).




Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) ini lahir pada bulan Desember 1931. Organisasi ini dipimpin oleh orang-orang yang memiliki gaya yang berbeda dengan Soerkarno.Dari sini muncul tokoh baru yaitu Sultan Syahrir (20 tahun) yang waktu itu masih menjadi mahasiswa di Amsterdam. Walaupun cita-cita dan haluan kedua partai itu sama, yaitu kemerdekaan Indonesia dan nonkooperasi, tetapi strategi perjuangannya berbeda. PNI Baru lebih menekankan pentingnya pendidikan kader.pasti PNI Baru memiliki pandangan yang berbeda dengan PNI Lama ataupun Partindo. PNI Baru bersikap kritis dengan terhadap watak PNI Lama dan Partindo seperti gaya agitasi yang ekspresif dan mempertahankan persatuan nasional tanpa syarat. Bagi Hatta dan Sjahrir, persatuan tidak ada artinya kecuali apabila didasarkan pada pengertian atas prinsip-prinsip bersama.




PNI Baru, menurut Benhard Dahm, banyak berhutang kepada tradisi sosial demokrasi Eropa. Ciri khasnya adalah pengutamaan terhadap teori sosial sebagai suatu peoman aksi, adanya koherensi pada pandangan dunianya yang merangkul analisis-analisis tentang kapitalisme, imperialisme dan munculnya fasisme yang saling melengkapi dan berusaha untuk menempatkan kemalangan Indonesia dalam suatu gambaran global. Tentu saja harus diakui bahwa sejauh menyangkut analisis-analisis mengenai imperialisme dan tatanan sosial, PNI Baru tidak memiliki ideologis